PIMRED : ROBBY OCTORA ROMANZA (WARTAWAN UTAMA)

6/recent/ticker-posts
"SEBAR LUASKAN INFORMASI KEGIATAN DAN PROMOSI USAHA ANDA DISINI"

Brexit "Britain" dan "exit" dari Uni Eropa

"Brexit"- Pencabutan keanggotaan Britania Raya dari Uni Eropa.

Jakarta - Pernah dipelesetkan sebagai "Brebes Exit" pada lebaran tahun 2016 yang lalu, sebagai akibat kemacetan pada pintu keluar Tol Brebes yang mengular sampai puluhan Kilo Meter, dan warga pemudik terjebak lebih dari 1 hari didalam jalan Tol.

Kini, menjelang tanggal 30 Maret 2019, sebagai hari terakhir Brexit - Britain Exit yang sesungguhnya, kita pelajari apa itu Brexit.


Tanamonews.com - Dikutip dari Wikipedia, inilah penjelasan tentang Brexit.

Pencabutan keanggotaan Britania Raya dari Uni Eropa (UE)  biasa disingkat Brexit ( "Britain" dan "exit"), adalah kemungkinan (proses dan rencana) penarikan diri Britania Raya dari Uni Eropa sebagai hasil dari referendum warga Inggris Raya dan dikenal dengan istilah Brexit, yang dilaksanakan pada Kamis 23 Juni 2016, referendum Brexit ini diadakan untuk memutuskan apakah Britania Raya harus meninggalkan keanggotaannya atau tetap tergabung dalam Uni Eropa.

Referendum ini diikuti oleh 30 juta pemilih, yang berarti partisipasi total didalamnya mencapai 71,8% dari penduduk yang memiliki hak pilih di Britania Raya, hasilnya sendiri adalah 51,9% memilih untuk keluar dari Uni Eropa dan 48,1% memilih untuk tetap tergabung dengan Uni Eropa.

Sebagai salah satu tahapan untuk secara resmi meninggalkan Uni Eropa, Britania Raya diharuskan untuk meminta digunakannya Artikel 50 dari Perjanjian tentang Uni Eropa kepada Dewan Eropa, dan pada 29 Maret 2017, pemerintah Britania Raya resmi menggunakan Artikel 50 dan mengajukan penarikan diri kepada Dewan Uni Eropa.

Sesuai dengan aturan yang tertulis dalam Artikel 50 mengenai waktu tenggang yang diberikan untuk negara yang berencana keluar dari Uni Eropa, Britania Raya diberikan waktu hingga tepat pada tengah malam tanggal 30 Maret 2019, Waktu Eropa Tengah, untuk secara resmi meninggalkan Uni Eropa.

Pada 17 Januari 2017, Perdana Menteri Inggris Theresa May mengumumkan 12 pokok rencananya untuk meninggalkan Uni Eropa, May juga sekaligus memastikan bahwa nantinya Britania Raya tidak akan lagi tergabung dalam Pasar Tunggal dan Serikat Pabean Uni Eropa.

Bersamaan dengan itu, May juga berjanji untuk mencabut Undang-Undang Masyarakat Eropa tahun 1972, dan menggabungkan semua hukum dan aturan Uni Eropa yang masih berlaku kedalam hukum dan aturan Britania Raya. 

May membentuk kementerian tersendiri untuk mengatur mundurnya Britania Raya dari Uni Eropa, kementerian ini diberi nama Departemen untuk Keluar dari Uni Eropa (Department for Exiting European Union - DExEU) dan diresmikan pada Juli 2016, May juga menunjuk Sekretaris Negara David Davis  untuk memimpin departemen tersebut.

Perundingan antara pemerintah Britania Raya dan Uni Eropa resmi dimulai pada 19 Juni 2017.

Menilik dari sejarahnya, Britania Raya sendiri mulai bergabung dalam Komunitas Eropa pada tahun 1973, meski begitu terdapat dorongan untuk melakukan referendum dari banyak pihak yang tidak setuju apabila Britania Raya bergabung dalam Komunitas Eropa, sehingga pada tahun 1975 diadakan referendum 1975, namun hasil dari referendum tersebut justru memenangkan pihak yang setuju untuk bergabung sehingga semakin melegitimasi kebijakan Britania Raya untuk tetap tergabung dalam Komunitas Eropa.

Di era 1970-an dan 1980-an, wacana untuk mengundurkan diri dari Komunitas Eropa utamanya banyak digalang oleh anggota dan tokoh-tokoh dari Partai Buruh dan Serikat Buruh.

Mulai era 1990 - an, pendukung kuat dari wacana ini adalah Partai Kemerdekaan Britania Raya (UKIP) dan anggota-anggota dari Partai Konservatif yang memiliki pandangan "Eurosceptic".

Untuk efek Brexit ini sendiri dalam jangka pendek, terdapat penelitian yang berfokus pada pengaruh kebijakan Brexit sejak diadakannya referendum hingga Juli 2017, penelitian ini mengungkapkan bahwa Britania Raya mengalami kerugian tahunan sebesar £404 untuk tiap rumah tangga rata-rata, kemudian menurunnya nilai mata uang pound sterling dimana nilai pound sterling masih 10% dibawah nilai sebelum referendum, lalu meningkatnya inflasi hingga 1,7%.  Banyak pakar riset ekonomi dunia yang beranggapan bahwa pencabutan keanggotaan Britania Raya dari Uni Eropa ini akan memiliki efek terhadap perekonomian Britania Raya, mereka memprediksi bahwa langkah Britania Raya ini akan mengurangi pendapatan riil per-kapita Britania Raya dalam jangka menengah dan panjang.

Pencabutan keanggotaan Britania Raya dari Uni Eropa juga diprediksi akan menurunkan jumlah pendatang dari negara-negara Area Ekonomi Eropa ke Britania Raya, dan hal ini dapat berimplikasi kepada pendidikan tinggi dan riset akademis di Britania Raya.

Dampak persis pencabutan keanggotaan Britania Raya dari Uni Eropa sendiri masih harus melihat apakah pencabutan keanggotaan ini terjadi dengan cara keras (Hard Brexit) yang berarti tidak terjadi kesepakatan sama sekali antara Britania Raya dan Uni Eropa, atau cara lunak (Soft Brexit) dimana masih terdapat hak-hak yang dapat dinikmati oleh Britania Raya meskipun telah keluar dari Uni Eropa.

Penulis : Kristanto
Tag & Hyperlink : Brexit, British Exit, Britania Raya, Theresa May, Poundsterling.

Posting Komentar

0 Komentar





Selamat datang di Portal Berita, Media Online : www.tanamonews.com, atas nama Redaksi mengucapkan Terima kasih telah berkunjung.. tertanda: Owner and Founding : Indra Afriadi Sikumbang, S.H. Tanamo Sutan Sati dan Pemimpin Redaksi : Robby Octora Romanza