PIMRED : ROBBY OCTORA ROMANZA (WARTAWAN UTAMA)

6/recent/ticker-posts
"SEBAR LUASKAN INFORMASI KEGIATAN DAN PROMOSI USAHA ANDA DISINI"

AMPU Sampaikan Sikap Tentang RUU TPKS ke DPRD Sumbar

Tanamonews.com - Padang l Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Umat (AMPU) menyampaikan aspirasinya ke Gedung DPRD Sumbar pada Kamis, 16/12/2021.

Kedatangan aliansi tersebut, untuk menyampaikan sikapnya tentang Rancangan Undang - Undang Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Dari rilis yang diterima Tanamonews.com AMPU menyampaikan bahwa :

  1. RUU TPKS mengabaikan nilai-nilai keagamaan, moralitas, dan falsafah Minangkabau yang hendaknya dijadikan pedoman hidup dalam bermasyarakat. Melalui konsepsi konsensual seks yang dibangun dalam RUU TPKS yang ditunjukkan melalui perumusan delik pidana yang mengacu pada paksaan dan ketidaksetujuan oleh korban yang tidak dibatasi dengan nilai-nilai moralitas dan keagamaan, mengkonfirmasi bahwa RUU TPKS ini tidak mempersoalkan permasalahan seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan, moralitas, dan falsafah Minangkabau; Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Baik landasan filosofis, yuridis dan empiris sebagaimana tercantum dalam pertimbangan RUU TPKS tidak menjadikan nilai-nilai keagamaan dan moralitas sebagai standar yang diperhitungkan dalam membuat materi RUU ini. Padahal, nilai-nilai keagamaan dan moralitas sebagaimana termaktub dalam sila pertama dan kedua Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum yang harusnya memberikan legitimasi atas keberadaan suatu Rancangan Undang-Undang. Selain itu, RUU TPKS juga mengabaikan hukum perkawinan sebagai norma hukum pidana yang berkaitan dengan hubungan seksual. 
  2. RUU TPKS tidak melihat permasalahan seksualitas Indonesia secara komprehensif (perzinaan, perkosaan, pelacuran, sodomi, penyimpangan seksual, pencabulan dan pelecehan seksual). Unsur paksaan atau ketiadaan kehendak sebagai satu-satunya unsur kesalahan dalam menentukan delik pidana menunjukan bahwa RUU TPKS hanya melihat permasalahan seksualitas dari aspek kemanusiaan yang berlandaskan pada Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga lepas dari intervensi nilai moralitas dan keagamaan. Padahal secara konstitusional, konsepsi HAM harus dibangun dengan dasar pertimbangan nilai-nilai agama, moral, keamanan, dan ketertiban umum sebagaimana diatur dalam Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
  3. Pemangkasan sejumlah tindak pidana kekerasan seksual yang sebelumnya berjumlah sembilan (Pelecehan Seksual, Eksploitasi Seksual, Pemaksaan  Kontrasepsi, Pemaksaan Aborsi, Perkosaan, Pemaksaan Perkawinan, Pemaksaan Pelacuran, Perbudakan Seksual dan Penyiksaan Seksual) menjadi empat tindak pidana (Pelecehan Seksual Fisik & Nonfisik, Pemaksaan Alat Kontrasepsi, Pemaksaan Hubungan Seksual, dan Eksploitasi Seksual) seolah mengurangi aspek kekerasan seksual, namun ternyata tidak demikian. Tindak pidana kekerasan seksual yang tercantum dalam RUU TPKS justru masih mengandung hal yang memberikan ruang bagi kebebasan seksual, penyimpangan seksual, pelacuran dan kejahatan seksual lain yang dilakukan dengan persetujuan atau kesepakatan atas dasar suka sama suka.
  4. Baik RUU PKS maupun RUU TPKS yang dijadikan rujukan dalam membuat suatu aturan teknis seperti halnya terjadi pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permen Dikbudristek No. 30 Tahun 2021) merupakan suatu kekeliruan, karena pada dasarnya RUU TPKS masih belum disahkan (bahkan masih penuh dengan polemik) namun konsepnya sudah dijadikan materi suatu Peraturan Menteri.

Secara khusus, Koordinator Lapangan Aksi Dori Rahmat Syukri mengatakan, "Permendikbud No. 30 Tahun 2021 dinilai memberikan jalan kepada zina dan seks bebas. MUI juga menilai Permendikbud ini akan melegalkan seks bebas. Terutama di Pasal 5, Ayat 2, yang berbunyi tanpa "persetujuan korban" Artinya, kalau "dengan persetujuan korban", artinya tindakan ini bukan suatu tindakan terlarang."

Dory mengatakan bahwa sebagai umat Islam, seks bebas adalah maksiat dan zina yang sangat terlarang. Karena itu, pihaknya secara tegas menolak Permendikbud ini karena dinilai memberikan ruang kepada zina dan seks bebas.

”Mari lindungi kaum perempuan kita, anak perempuan kita, dari kekerasan dan seks bebas,” tambah Dori. 

Berdasarkan catatan dan pertimbangan tersebut diatas, Aliansi Masyarakat Peduli Ummat Sumatera Barat (AMPU SUMBAR) melalui pernyataan sikapnya menuntut:

  1. Menolak RUU TPKS yang dibuat oleh Baleg DPR RI.
  2. Mendesak Baleg DPR RI untuk tidak mengesahkan RUU TPKS dan melakukan perbaikan-perbaikan materi RUU TPKS yang sesuai nilai-nilai Pancasila terutama prinsip moralitas dan keagamaan.
  3. Mendesak Baleg DPR RI untuk memasukkan materi mengenai upaya-upaya pencegahan dan penindakan terhadap kebebasan seksual, penyimpangan seksual, pelacuran dan kejahatan seksual lain dalam RUU TPKS.
  4. Menolak segala bentuk peraturan yang berlandaskan pada RUU TPKS, termasuk namun tidak terbatas pada Permen Dikbudristek No. 30 Tahun 2021.
  5. Mendesak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk membatalkan Permen Dikbudristek No. 30 Tahun 2021.
  6. Mendesak DPRD Sumatera Barat secara kelembagaan menyatakan sikap menolak RUU TPKS dan Permen Dikbudristek No. 30 Tahun 2021. 

Sementara itu Wakil Ketua DPRD Sumbar Irsyad Syafar yang menyambut kedatangan aliansi tersebut menyatakan menerima aspirasi yang disampaikan oleh AMPU. Aspirasi tersebut akan dicatat dan dibicarakan secara kelembagaan di DPRD untuk menentukan langkah selanjutnya.

“Aspirasi yang disampaikan sudah kami catat dan akan dibahas lebih lanjut, untuk menentukan langkah yang akan diambil dalam rangka menyikapi persoalan yang disampaikan hari ini", kata Wakil Ketua DPRD Irsyad Syafar. 

Irsyad Syafar menambahkan, karena persoalan ini menyangkut dengan Peraturan Menteri, DPRD bisa membawa persoalan itu ke Pemerintah Pusat. DPRD akan menjadi sebagai penyambung aspirasi masyarakat di daerah.

“Peraturan Menteri merupakan kebijakan Pemerintah Pusat. Dalam hal ini, DPRD bisa menyampaikannya sebagai penyambung aspirasi masyarakat di daerah sesuai kewenangan", sebutnya. (ABE)

Posting Komentar

0 Komentar

.com/media/




Selamat datang di Portal Berita, Media Online : www.tanamonews.com, atas nama Redaksi mengucapkan Terima kasih telah berkunjung.. tertanda: Owner and Founding : Indra Afriadi Sikumbang, S.H. Tanamo Sutan Sati dan Pemimpin Redaksi : Robby Octora Romanza