PIMRED : ROBBY OCTORA ROMANZA (WARTAWAN UTAMA)

6/recent/ticker-posts
"SEBAR LUASKAN INFORMASI KEGIATAN DAN PROMOSI USAHA ANDA DISINI"

Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari

TANAMONEWS.COM - Khotouth thobiib yudfinu tahtal ardli. Khotoul muhandis yaqo’u ‘alal ardli. Amaa khotoul mu’alim fayasiiru ‘alal ardli.

Oleh: Nanang Sumanang, anggota Kasta Kesetan Kaki

Akibat kesalahan dokter, orang bisa dikubur di bawah tanah. Akibat kesalahan insinyur, bangunan akan hancur di tasa tanah. Tetapi akibat kesalahan guru, maka kesalahan itu akan terus berjalan dan turun temurun di atas bumi. (Pepatah Arab).

Pendidikan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata didik yang berarti; pertama proses, cara, perbuatan mendidik. Arti kedua proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Dalam bahasa Inggris pendidikan adalah “Education” yang merupakan turunan dari kata latin “Educare” yang meminjam dari bahasa Tamil “Edukatral” atau “Edukatru” yang berarti membimbing, memunculkan, mengeluarkan.  

Berdasarkan Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, sertke a trampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Kalau dilihat dari definisi pendidikan dalam sisdiknas, maka kita menangkap ada tiga poin yang harus ada dalam pendidikan: pertama adanya usaha sadar dan terencana, kedua mewujudkan suasana belajar dan proses pebelajaran agar setiap peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya, yang ketiga adalah produk dari poin pertama dan poin kedua yaitu memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Maka dalam membuat sebuah kebijakan yang bersifat nasional, regional, lokal hingga sampai pada taraf praktek pemnbelajarn di ruang kelas semuanya harus direncanakan, bukan sekedar untuk sebuah penilaian dan gaya-gayaan, tetapi sebagai sebuah tanggung jawab konstitusi dan moral yang akan dimintai pertanggung-jawaban ilahi robbi.

Allah SWT telah memberikan keistimewaan terhadap manusia dengan potensi-potensi yang nampak dan tak nampak (‘alimul ghoibi wasy syahadah) yang wajib digali (ghoib) dikembangkan (syahadah) semua potensinya.

Sementara hasil dari pendidikan itu adalah melahirkan manusia-manusia yang tahu akan asal-usulnya, mengerti apa yang harus dikerjakan di dunia ini, dan mengarahkan semua usahanya kepada tujuan hidupnya yang hakiki.

Saking pentingnya pendidikan bagi semesta ini, maka Allah menurunkan definisi pendidikan (tarbiyah) dari sifat RububiyahNya sendiri sebagai Rab (pencipta, pendidik dan pemelihara) alam semesta ini. Artinya bahwa manusia yang berpendidikan itu harus bisa bekerjasama dengan Allah untuk mencipta dalam mengolah alam raya ini. 

Mengutip Iqbal “Allah mencipta hutan, manusia mencipta taman. Allah mencipta lempung, manusia mencipta tembikar. Allah mencipta gelap, manusia mencipta lampu” dan sebagainya.

Allah mendidik alam raya dengan keseimbangan dan keadilanNya. Maka manusia juga harus bisa mendidik manusia lainnya dengan berdasarkan keseimbangan dan keadilanNya. Lihatlah betapa telah terjadi kerusakan di bumi dan di lautan karena tangan-tangan manusia yang serakah, yang tidak memperdulikan keseimbangan alam semesta, semuanya hanya untuk memuaskan nafsu rakus manusia.

Memelihara adalah aksion/ implementasi dari hasil pendidikan. Pendidikan tanpa aksion hanya akan membuat manusia pintar secara teori. Tapi manusia yang bekerja dengan memelihara maka dia akan cerdas, dan terampil. Berkembang pengetahuannya dan ketrampilannya. “Baguru ka alam takambang”.

Dalam proses pendidikan di atas tadi, maka peran guru dan orang tua sangatlah penting untuk menggapai hasil tujuan pendidikan nasional maupun apa yang diharapkan Allah SWT dalam filosofi tarbiyah tadi.  

Dua pepatah di atas tadi, yang satu merupakan judul, dan satunya lagi merupakan pengantar dari tulisan ini yang mengingatkan kita akan bahayanya para guru, yang merupakan ujung tombak pendidikan apabila mereka tidak mempunyai ketrampilan dan integritas moral yang baik. 

Maka jangankan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional maupun tujuan dari tarbiyah, yang akan lahir adalah murid-murid yang akan membuat kerusakan di dunia, dan tidak pernah mendatangkan manfaat sama sekali bagi gurunya, dirinya sendiri, masyarakat, negara maupun kemanusiaan umumnya.

Dalam bahasa Arab, paling tidak ada sekitar enam buah kata yang bersinggungan dengan makna guru yaitu; ustadz, mu’allim, murabbi, mursyid, mudarris, dan mu’addib. 

Dari jumlah banyaknya istilah yang ada, maka kita akan segera tahu bahwa guru itu sangat dekat dengan kehidupan kita dan sangat penting. Barangkali bisa disamakan dengan berbagai kata yang berhubungan dengan nasi, dari mulia padi, hingga turunannya dengan berbagai macam nama, yang mengartikan bahwa beras itu sangat dekat dan penting dalam kehidupan kita.

Menurut Ramayulis (2005), kata ustadz secara umum penekanannya adalah pada komitmen seorang guru pada profesinya. Ustadz membutuhkan pengorbanan dan cinta yang sangat luar biasa dalam menjalankan profesinya.

Mu’allim diambil dari kata ‘alama yang berarti pengetahuan untuk menangkap hakikat sesuatu. Ini artinya seorang guru harus bisa menangkap hakikat sesuatu untuk diajarkan kepada muridnya. Dengan ketrampilan menangkap inti dari ilmu tersebut, maka diharapkan seorang guru dapat dengan mudah menerangkannya kepada muridnya.

Murabbi berasal dari kata Rab, yaitu Tuhan yang Maha Pencipta, Maha Memelihara, Maha mendidik makhluknya. Dari arti kata tersebut, maka seorang guru harus bisa mencuptakan kreatifitas-kreatifitas dan menghasilkan anak didik yang mempunyai kreatifitas yang tinggi merawat serta mendidik generasi dari hasil kreatifitasnya. Kreatifitas yang diharapkan adalah kreatifitas dalam menghadapi permasalahan-permasalahan kehidupandan menemukan solusinya.

Mursyid berasal dari kata rasyada-yursyidu yang berarti mencerahkan melalui akhlak-akhlak yang mulia. Barangkali inilah yang disebut fungsi guru sebagai transformer nilai-nilai kepada muridnya.

Mudarais berasal dari kata darasa yang berarti pelajaran atau menghapus. Maka ketika seorang guru memberikan pelajaran, maka akan terhapuslah ketidak-tahuan seorang murid, dan Allah akan membukakan pemahaman terhadap pelajaran yang diberikan oleh gurunya.

Yang terakhir adalah Mu’addib berasal dari kata adab, yaitu moral, etika, berkemajuan. Sebelum seorang guru menghasilkan murid-murid yang beradab, maka seorang guru dituntut lebih awal untuk memiliki adab, etika, moral, sopan santun yang baik sebagai dari kewajiban yang harus diperankan ketika menjabat sebagai anggota masyarakat yang berprofesi guru. 

Tambahan dari kamus lainnya bahwa makna yang juga berhubungan dengan guru adalah al-Hakim, dimana seorang guru dituntut untuk bisa berlaku adil bagi dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya serta kepada murid-muridnya. 

Tidak boleh ada diskriminasi, semuanya harus mendapatkan cinta dan kasih sayang serta pembelajaran yang sama, yang disesuaikan dengan karakter dan kejiwaan masing-masing muridnya.

Dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, terdapat pemisahan definisi antara guru dan dosen. Dalam undang undang tersebut yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Sementara menurut imam Al-Ghazali bahwa yang disebut guru adalah semua orang mau mengajarkan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Agar proses pendidikan berjalan dengan baik, maka al-Ghazali mensyaratkan beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang guru agar menjadi mulia yaitu: 

Seorang guru dalam mendidik dan mencintai muridnya harus memperlakukannya seperti mendidik dan mencintai anak kandungnya sendiri. 

Kedua mengikuti suri tauladan Rasulullah SAW yaitu ikhlash dan tulus dalam mendidik. Mendidik tidak boleh untuk mencari kekayaan dan pangkat jabatan, tetapi semata-mata sebagai pengabdian untuk menjadi makhluk yang mulia.

Ketiga seorang guru tidak boleh melarang kreatifitas muridnya, bahkan harus membangkitkan kreatifitasnya. Ini artinya bahwa seorang guru bukan pemilik kebenaran mutlak, tetapi dengan tawadlu mau mendengar pendapat orang lain dan menerima kebenaran dari manapun datangnya.

Keempat dalam mendidik muridnya harus dengan lemah lembut. Jangnlah seorang guru mematahakan semangat murid-muridnya dengan kata dan perbuatannya.

Kelima tidak boleh merendahkan ilmu orag lain di depan muridnya. Jangankan merendahkan orang lain, sombong kepada dirinya sendiri sangat tercela di mata Allah.

Keenam seorang guru harus mengajarkan muridnya sesuai dengan kapasitas/ intelektualnya. Jangan mengajarkan ikan terbang atau burung berenang, karena itu bukan kodratnya.

Ketujuh guru harus sudah mempraktekan apa yang diajarkannya. Terlalu banyak sekarang seseorang berkata yang dirinya sendiri tidak melakukan, istilashnya inflasi tauladan. Guru tidak harus mengerti apa yang diajarkan, bukan Cuma teori saja.

Terakhir adalah bagaimana masyarakat dapat mengapresiasi dan menghargai peran guru dalam mencerdaskan suatu bangsa. Jangan guru hanya dijadikan sapi perah untuk mendapatkan keuntungan dan mengangkat derajatnya. 

Teramat banyak kebijakan-kebijakan yang tidak bijak yang tidak menyentuh permasalahan inti peningkatan kualitas guru, karena kita ingin generasi mendatang lebih baik dari kita sekarang.(in)

Posting Komentar

0 Komentar

.com/media/




Selamat datang di Portal Berita, Media Online : www.tanamonews.com, atas nama Redaksi mengucapkan Terima kasih telah berkunjung.. tertanda: Owner and Founding : Indra Afriadi Sikumbang, S.H. Tanamo Sutan Sati dan Pemimpin Redaksi : Robby Octora Romanza