Tanamonews.com, Aceh - Anggota Komisi VIII DPR RI Lisda Hendrajoni kembali mendesak Presiden dan Pemerintah pusat, untuk menetapkan status bencana nasional di Sumatera.
Hal tersebut disampaikan Lisda dalam rapat darurat Komisi VIII DPR RI bersama perwakilan Kementerian Sosial, BNPB, serta Kepala BPJPH Haekal Hasan serta Sekretaris Daerah Aceh, M. Nasir, di Kantor Gubernur Aceh, Rabu (10/12).
Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ansory Siregar juga dihadiri oleh sejumlah anggota Komisi VIII DPR RI yang hadir dalam kunjungan langsung ke Provinsi Aceh tersebut.
Rapat tersebut berlangsung dalam suasana keprihatinan mendalam setelah para peserta mendengarkan paparan kondisi terkini dampak banjir besar yang melanda hampir seluruh wilayah Aceh.
Lisda Hendrajoni menilai bencana banjir yang terjadi di Aceh telah berada pada skala luar biasa dan jauh melampaui kemampuan penanganan daerah.
“Kami hadir disini (Aceh) untuk menyaksikan langsung apa yang terkesan di Aceh. Melihat luas wilayah terdampak, jumlah korban, serta kerusakan yang terjadi, saya menilai bencana ini sudah selayaknya ditetapkan sebagai bencana nasional,” tegas Lisda.
Ia menekankan pentingnya percepatan masa tanggap darurat agar pemerintah dapat segera memasuki tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, khususnya untuk pemulihan kehidupan masyarakat terdampak.
“Pembangunan hunian sementara harus segera dipercepat. Warga tidak bisa terlalu lama bertahan di pengungsian dengan kondisi serba terbatas,” ujarnya.
Lisda juga menyoroti penanganan logistik dan layanan dasar bagi pengungsi, khususnya terkait dapur umum yang disediakan Kementerian Sosial. Menurutnya, kapasitas layanan yang ada saat ini belum sebanding dengan jumlah pengungsi yang mencapai ratusan ribu jiwa.
“Data yang kami terima, dapur umum yang tersedia masih sangat terbatas, sementara jumlah pengungsi di Aceh mencapai lebih dari 900 ribu orang. Ini tentu perlu perhatian serius dan langkah cepat dari pemerintah pusat,” katanya.
Selain itu, Lisda meminta BNPB segera mengoptimalkan sumber daya nasional dengan mengerahkan peralatan dan logistik dari provinsi lain yang tidak terdampak bencana.
“Apa pun sumber daya yang dimiliki BNPB di daerah lain harus segera dimobilisasi ke Aceh. Jangan sampai masyarakat terlalu lama menunggu bantuan,” tegasnya.
Lisda Hendrajoni kembali menegaskan bahwa pemerintah pusat harus segera mengambil langkah luar biasa agar Aceh tidak terjerumus ke dalam krisis kemanusiaan berkepanjangan.
“Penetapan status bencana nasional akan membuka ruang percepatan anggaran, logistik, dan kebijakan. Ini yang sangat dibutuhkan masyarakat Aceh saat ini,” ujarnya.
Dalam rapat tersebut, sejumlah anggota DPR RI juga menyampaikan keprihatinan serupa. Mereka menilai keterlambatan penyampaian data aktual kepada Presiden berdampak pada lambatnya pengambilan kebijakan strategis di tingkat nasional.
Sementara itu. Sekda Aceh, M. Nasir, dalam paparannya menyebutkan bahwa bencana banjir melanda 18 kabupaten/kota, dengan 15 daerah telah menetapkan status siaga darurat. Kabupaten Aceh Tamiang menjadi wilayah terdampak paling parah, di mana hampir seluruh permukiman warga terendam lumpur.
“Kondisinya sangat luas dan masif. Di wilayah tengah Aceh banyak terjadi longsor yang memutus akses darat, sementara stok Bulog di beberapa daerah mulai menipis,” jelas Nasir.
Ia juga mengungkapkan lebih dari 165 ribu rumah warga mengalami kerusakan, mulai dari kategori ringan hingga rusak berat. Menurutnya, skala kerusakan tersebut tidak mungkin ditangani Aceh tanpa dukungan penuh dari pemerintah pusat.
Rapat ditutup dengan dorongan kuat dari Komisi VIII DPR RI agar BNPB segera mengusulkan penetapan Bencana Nasional Sumatra, dengan Aceh sebagai wilayah episentrum kerusakan terparah, demi mempercepat penanganan dan pemulihan pascabencana. (Bee)







0 Komentar