PIMRED : ROBBY OCTORA ROMANZA (WARTAWAN UTAMA)

6/recent/ticker-posts
"SEBAR LUASKAN INFORMASI KEGIATAN DAN PROMOSI USAHA ANDA DISINI"

China Telah Meluncurkan Rudal Balistik Dongfeng 26 (DF-26)


Tanamonews | Rudal tersebut disebut telah diluncurkan dalam sebuah latihan militer yang mengerikan. Namun, bagaimana kehebatan rudal Dongfeng 26 (DF-26) buatan China yang dijuluki sebagai Pembunuh Kapal Induk tersebut?

Diketahui, Pasukan Roket Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) baru-baru ini meluncurkan rudal balistik anti-kapal jarak menengah bertajuk Dongfeng 26 (DF-26) dalam latihan yang masih berlangsung.

Peluncuran rudal tersebut setelah Amerika Serikat (AS) mengirim dua kapal induk ke Laut China Selatan, serta mengadakan latihan militer bersama dengan India, Jepang, dan Australia di Samudera Hindia dan Laut Filipina.

Mampu menyerang target bergerak di laut, DF-26 mendapat julukan "pembunuh kapal induk".

Seperti dilansir dari Tribunnews dalam artikel 'Dong-Feng 26, Rudal Balistik Buatan China yang Ditakuti Amerika'

Brigade Rudal Pasukan Roket PLA baru-baru ini memulai latihan konfrontasi lintas regional.

Mereka melakukan latihan di gurun, medan yang rumit seperti hutan, simulasi serangan kimia, dan penyamaran kendaraan yang membawa rudal untuk menghindari deteksi satelit, dengan meluncurkan rudal DF-26.

Menurut Global Times mengutip laporan CCTV, latihan tersebut mengasah kemampuan reaksi cepat Pasukan Roket PLA, dan misi semacam ini akan berlanjut dalam satu hingga dua bulan ke depan.

Pengamat militer China mencatat, ini adalah demonstrasi peluncuran DF-26 yang langka.

Pada Januari 2019, peluncuran DF-26 diperlihatkan kepada masyarakat umum untuk pertama kalinya.

Song Zhongping, ahli militer China, mengatakan kepada Global Times pada Kamis (6/8/2020), latihan terbaru menunjukkan DF-26 telah memperoleh kemampuan yang lebih kuat dalam skenario pertempuran nyata, termasuk manuver lintas regional, dan tidak bergantung pada situs peluncuran.

Juru bicara Kementerian Pertahanan China Kolonel Senior Wu Qian menyebutkan dalam konferensi pers April 2018 lalu, DF-26 telah bergabung dengan Pasukan Roket PLA, dan rudal itu bisa membawa hulu ledak konvensional dan nuklir.

Bukan cuma itu, DF-26 mampu melancarkan serangan presisi pada sasaran di darat dan kapal-kapal medium juga besar di laut.

Song mengungkapkan, DF-26 dan DF-21D, yang juga bisa menargetkan kapal perang tetapi pada jarak yang lebih pendek, telah memberi PLA kemampuan untuk secara efektif menyerang kapal induk pada jarak jauh juga dekat.

Latihan peluncuran DF-26 menunjukkan, AS tidak bisa menggunakan kapal induknya untuk campur tangan dalam urusan internal China dan mengancam keamanan nasional Tiongkok lagi, Song menegaskan.

"AS harus sepenuhnya memahami, PLA tidak seperti pada 1995 atau 1996.

China memiliki kemampuan untuk membuat AS kehilangan kapal induknya, dan ini adalah penghalang utama yang harus China tunjukan," sebut dia.

DF-26 diperkirakan memiliki jangkauan 4.500 kilometer, menurut sebuah laporan situs berita China, china.com.cn.

Artinya, DF-26 bisa menjangkau banyak wilayah perairan Pasifik Barat dan Samudra Hindia, bahkan mencapai fasilitas militer AS di Guam, Darwin, serta Diego Garcia.

AS dan China 'Duel' Uji Coba Rudal Baru

Tak hanya unjuk kekuatan militer di Laut China Selatan, Amerika Serikat (AS) dan China juga berlomba mengembangkan rudal baru.

AS dan China tampaknya kini tengah "berduel" untuk menguji coba rudal tercanggih mereka.

Baca Juga: Diam-diam Mematikan, Inilah Penampakan Senjata Maut TNI AL yang Jarang Diekspos, Dijamin Bakal Buat Kapal Coast Guard China Remuk Jika Nekat Masuk Natuna

Tes terbaru rudal ICBM China diumumkan pada Senin (3/8/2020) oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China.

Ada dua rudal balistik antarbenua yang dites. Satu rudal jarak pendek Dongfeng-16, dan kedua versi panjang Dongfeng-26.

Melihat hal itu, AS pun seolah tak ingin ketinggalan.

Lepas malam setelah 4 Agustus 2020, Komando Serangan Global Angkatan Udara AS menembakkan rudal balistik antarbenua (ICBM) LGM-30 Minuteman III.

Lantas, seperti apa perbandingan kehebatan Minuteman vs Dongfeng?

Melansir dari Tribunnews dalam artikel 'Dongfeng vs Minuteman, Duel Kehebatan Rudal Antarbenua China dan AS', berikut ulasannya:

Rudal Dongfeng China dirancang mencapai sasaran ribuan mil jauhnya.

Sekurangnya, rudal balistik antarbenua China ini mampu mencapai wilayah terdekat AS dari China, yaitu Guam.

"Kami berada dalam keadaan sangat waspada bertempur, untuk memastikan tindakan kami cepat dan tepat," Liu Yang, komandan brigade PLA yang melakukan tes dikutip Sputniknews.com.

Dongfeng-26 memiliki jangkauan sekitar 2.500 mil, dan telah disebut-sebut sebagai "pembawa-hulu ledak pembunuh" yang mampu menghancurkan armada tempur AS di Asia Pasifik.

Ia memiliki jangkauan untuk menyerang instalasi militer AS di Guam dari pesisir pantai China.

Menurut laporan PLA, latihan itu untuk menguji seberapa cepat tentara China dapat menanggapi serangan nuklir dari negara asing.

Dalam video yang dipublikasikan PLA, pasukan rudal China terlihat mengenakan perlengkapan pelindung saat mereka bergegas ke peluncur rudal bergerak mereka.

Kendaraan dilarikan ke tempat peluncuran, sebuah dataran luas yang tampaknya dipersiapkan untuk peluncuran.

Laporan itu tidak mengatakan di mana dan kapan latihan itu digelar.

Untuk uji coba rudal Minuteman AS, memang tidak dilengkapi hulu ledak bom.

Tapi dalam serangan nuklir nyata, masing-masing rudal akan membawa hulu ledak nuklirnya sendiri, dan menyerang target terpisah.

Rudal Minuteman III melesat sekitar 4.200 mil dari Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg di pantai California, menuju ke Atol Kwajalein di Kepulauan Marshall.

“Minuteman III berusia 50 tahun, dan uji peluncuran yang berkelanjutan penting untuk memastikan keandalannya hingga 2030-an ketika Ground Base Strategic Deterrent sepenuhnya tersedia,” kata Komandan Skuadron Uji Penerbangan ke-576 Kolonel Omar Colbert.

“Yang terpenting, pesannya meyakinkan sekutu kami dan mencegah terjadinya serangan potensial,” lanjutnya.

Uji tembak Minuteman III ini juga melibatkan pesawat komando udara dan pusat telekomunikasi E-6 Mercury.

Tes ini sekaligus menguji kemampuan pusat komando udara itu mengambil alih kontrol rudal balistik antarbenua AS jika perintah darat terganggu selama rudal meluncur.

Konflik AS dan China semakin memanas

Sementara itu, konflik antara AS dan China di Laut China Selatan semakin memanas.

China mengatakan respons Amerika Serikat ( AS) terhadap klaim China atas Laut China Selatan tidak diperlukan dan justru meningkatkan tensi di perairan tersebut.

Perairan yang diperdebatkan tersebut sangat seksi karena kaya akan hasil laut, sumber energi yang melimpah, sekaligus sibuk karena menjadi jalur perdagangan internasional.

Pada 4 Juli, bertepatan dengan perayaan hari kemerdekaan AS, Angkatan Laut AS menggelar latihan militer di Laut China Selatan.

Sebelumnya, China juga menggelar latihan militer di perairan tersebut sejak 1 Juli hingga 5 Juli sebagaimana dilansir dari CNBC, Selasa (14/7/2020).

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, mengatakan bahwa AS memperjuangkan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka pada Senin (13/7/2020).

“Kami memperjelas bahwa klaim Beijing atas sumber daya lepas pantai di sebagian besar Laut China Selatan sepenuhnya melanggar hukum, seperti sebuah kampanye penindasan untuk mengendalikannya," kata Pompeo.

Kedutaan Besar ( Kedubes) China untuk AS mengatakan pernyataan yang dilontarkan AS pada Senin menentang upaya China dan negara-negara ASEAN dalam menjaga stabilitas dan perdamaian Laut Cina Selatan.

“AS secara sembrono memutarbalikkan fakta objektif yang relevan dari Laut Cina Selatan dan undang-undang seperti Konvensi PBB tentang Hukum Laut,” ujar pernyataan tersebut pada Selasa.

Seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Memanas, China Tuding AS Lakukan Provokasi di Laut China Selatan'

Kedubes China untuk AS menuduh pernyataan AS tersebut justru membuat situasi di Laut Cina Selatan menjadi tegang.

“AS memprovokasi hubungan China dengan negara-negara kawasan ini, dan menuduh China secara tidak masuk akal. China sangat menentang hal ini,” sambung pernyataan tersebut.

Laut China Selatan sendiri merupakan jalur perdagangan yang penting di dunia.

Menurut sebuah lembaga think-tank, Center for Strategic and International Studies ( CSIS), barang dagangan dengan total nilai 3,4 triliun dollar AS atau setara Rp 49,5 kuadriliun melewati perairan tersebut sepanjang 2016.

Pernyataan AS yang dibalas oleh China tersebut membuat hubungan antara dua negara ini semakin panas dalam beberapa bulan terakhir.

Masalah kedua negara ini sangat kompleks mulai dari masalah teknologi dan keamanan nasional hingga kendali China atas Hong Kong melalui Undang-undang Keamanan Nasional.

Para analis memperkirakan eskalasi kedua negara tersebut akan terus meningkat menjelang pemilihan presiden AS pada November.

Konsultan risiko geopolitik Eurasia Group melaporkan pernyataan Pompeo tersebut merupakan eskalasi sengketa AS-China di Laut Cina Selatan secara diplomatik.

"Tidak ada pihak yang gatal ingin mempertemukan militernya, karena China berpikir Laut Cina Selatan dapat dimenangkan secara damai melalui gesekan jangka panjang,” tulis laporan tersebut.

Laporan tersebut menambahkan Presiden AS, Donald Trump, telah menunjukkan sedikit gaya militernya dalam berkonfrontasi dengan China.

"Namun, ketegangan kebijakan luar negeri antara Washington dan Beijing telah meningkat secara signifikan tahun ini dan tidak ada pihak yang cenderung menurunkan suhu,” sambung laporan tersebut. (*1n)



Posting Komentar

0 Komentar

.com/media/




Selamat datang di Portal Berita, Media Online : www.tanamonews.com, atas nama Redaksi mengucapkan Terima kasih telah berkunjung.. tertanda: Owner and Founding : Indra Afriadi Sikumbang, S.H. Tanamo Sutan Sati dan Pemimpin Redaksi : Robby Octora Romanza