Tanamonews.com, Jakarta – Di tengah riuhnya suasana kampus Sekolah Cikal di Cilandak, Jakarta Selatan, sorot lampu panggung memantul lembut di wajah para pejuang pendidikan dari seluruh penjuru negeri.
Di antara mereka, tampak sosok Bupati Pesisir Selatan, Hendrajoni, berdiri dengan senyum hangat. Hari itu, Minggu (12/10), namanya dipanggil untuk menerima Mohammad Syafei Award 2025 — sebuah penghargaan bergengsi yang jarang singgah ke tangan kepala daerah dari luar kota besar.
Tepuk tangan panjang mengiringi langkahnya ke panggung. Di balik momen itu, tersimpan perjalanan panjang tentang bagaimana seorang pemimpin daerah menjadikan pendidikan sebagai pondasi pembangunan, bukan sekadar janji politik lima tahunan.
Pesisir Selatan, sebuah kabupaten di ujung barat Sumatera, mungkin tak setenar kota besar lainnya. Namun dalam beberapa tahun terakhir, namanya kian sering disebut dalam forum pendidikan nasional.
Di bawah kepemimpinan Hendrajoni, pendidikan di daerah ini mengalami perubahan nyata — dari kualitas guru hingga semangat belajar anak-anak di pelosok nagari.
Penghargaan Mohammad Syafei Award bukanlah sekadar trofi. Ia adalah simbol pengakuan nasional atas kerja sunyi ribuan guru, kepala sekolah, dan masyarakat yang bahu-membahu membangun ruang belajar yang lebih baik di daerah.
Ajang Temu Pendidikan Nusantara XII yang digelar Komunitas Guru Belajar dan Sekolah Cikal itu mempertemukan para tokoh pendidikan dari berbagai latar belakang.
Gedung C, Ruang Blackbox, lantai dua Sekolah Cikal menjadi saksi betapa semangat perubahan tumbuh dari banyak arah.
Ketika namanya diumumkan sebagai penerima penghargaan, Hendrajoni menundukkan kepala sejenak. “Ini bukan tentang saya,” ujarnya lirih kemudian. “Ini tentang guru-guru di Pesisir Selatan yang tidak pernah berhenti percaya bahwa pendidikan bisa mengubah masa depan.”
Ucapan sederhana itu mencerminkan filosofi kepemimpinannya. Sejak awal menjabat, Hendrajoni menjadikan pendidikan sebagai poros pembangunan.
Ia percaya, membangun infrastruktur tanpa membangun manusia adalah pekerjaan setengah hati. Program pelatihan guru berbasis kompetensi menjadi salah satu langkah nyata yang ia dorong.
Pemkab Pesisir Selatan rutin mengirimkan guru ke berbagai pelatihan nasional, agar mereka membawa pulang ilmu dan inspirasi baru ke daerah.
Tidak hanya itu, ia juga menginisiasi kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi untuk memperkuat inovasi pembelajaran di sekolah-sekolah daerah.
Dari kerja sama itu lahirlah beragam praktik baik — mulai dari kelas literasi digital hingga penguatan kurikulum berbasis kearifan lokal.
“Sekolah harus menjadi ruang hidup, bukan ruang hafalan,” kata Hendrajoni dalam salah satu sesi diskusi pendidikan tahun lalu. Pandangan itu seolah menjadi mantra yang menuntun kebijakan daerahnya.
Di banyak nagari, kini berdiri komunitas belajar guru. Setiap pekan, mereka berkumpul membahas strategi pembelajaran, berbagi pengalaman, dan saling menguatkan.
Tidak ada perintah dari atas. Semua tumbuh dari kesadaran bersama. Inilah yang membuat Pesisir Selatan dilirik oleh Komunitas Guru Belajar dan Sekolah Cikal.
Mereka melihat transformasi yang organik, bukan hasil proyek semata. Pendidikan di sana berkembang karena gotong royong, bukan karena instruksi.
Panitia penghargaan menyebut nama Mohammad Syafei sebagai simbol inspirasi. Tokoh pendidikan asal Sumatera Barat itu dikenal memperjuangkan pendidikan berbasis karakter dan kemandirian. Ia membangun sekolah di Kayutanam pada masa kolonial, dengan semangat mencetak manusia merdeka.
“Semangat itu kami lihat kembali di Pesisir Selatan,” ujar salah satu anggota dewan juri. “Ada kesinambungan antara warisan Syafei dan kerja nyata Hendrajoni.”
Namun bagi Hendrajoni, penghargaan ini bukan garis akhir. Ia justru menganggapnya sebagai pengingat bahwa perjuangan belum selesai. “Masih banyak anak-anak di pelosok yang berjalan jauh untuk sekolah. Tugas kita memastikan mereka tidak menyerah,” katanya.
Kepedulian itu bukan sekadar retorika. Ia sering turun langsung ke sekolah di daerah terpencil, berdialog dengan guru dan orang tua murid. Dalam beberapa kesempatan, ia bahkan membawa bantuan peralatan sekolah dengan tangannya sendiri.
Cerita-cerita kecil itu kini menjadi bagian dari narasi besar perubahan di Pesisir Selatan. Daerah yang dulu dikenal karena garis pantainya yang panjang, kini juga dikenal karena semangat pendidikannya yang dalam.
Di ruang penghargaan Sekolah Cikal, Hendrajoni menutup sambutannya dengan kalimat yang memantik semangat banyak orang.
“Pendidikan adalah ladang masa depan. Jika kita menanam dengan kasih dan keikhlasan, maka bangsa ini akan menuai kemajuan.”Kalimat itu disambut tepuk tangan panjang. Bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk seluruh daerah yang sedang berjuang dalam senyap demi masa depan anak-anaknya.
Kini, setelah penghargaan itu kembali ke Painan dan terpajang di ruang kerja bupati, maknanya tetap sama: bukan simbol kemenangan, melainkan pengingat tanggung jawab.
Bahwa setiap kebijakan, setiap keputusan, harus berpihak pada pendidikan. Dan mungkin, suatu hari nanti, anak-anak Pesisir Selatan yang kini duduk di bangku sekolah dasar akan tumbuh menjadi pemimpin baru.
Mereka akan bercerita, bagaimana dari sebuah kabupaten di pesisir barat Sumatera, lahir sebuah semangat besar: bahwa pendidikan bisa mengubah segalanya. (Bee)









0 Komentar